Pemerintah mesti berhati-hati apabila menaikkan harga rokok sampai Rp 50 ribu per bungkus. Lantaran, hal tersebut bakal memicu peredaran rokok ilegal.
Menaikkan harga rokok memicu peredaran rokok ilegal - Direktur Institute for Development of Economics and Finance
(Indef) Enny Sri Hartati mencontohkan, Singapura yang menerapkan harga rokok
tinggi sendiri dibuat kewalahan dengan peredaran rokok ilegal.
"Saya sengaja ambil Singapura karena di antara negara
tinggi. Di situ saja, ketika terjadi kenaikan cukai yang terlalu masif menimbulkan
rokok ilegal," ujar Sri Hartati.
Jika kondisinya demikian, maka rencana pemerintah untuk
mengendalikan rokok bakal gagal. Lantaran, masyarakat tetap bisa menerima rokok
dengan harga lebih murah.
"Kalau misalnya dinaikkan secara masif dengan tiba-tiba
puluhan persen, naik Rp 50 ribu, apakah urgensi cukai tercapai atau tidak? Itu
yang diperhatikan," kata dia.
Sebenarnya, dia menuturkan, asumsi tentang harga rokok
Indonesia yang terlalu murah tidak seluruhnya benar. Dia mengatakan, untuk
menakar harga perlu dipertimbangkan dengan daya beli masyarakat.
"Artinya ketika kenaikan tidak diperhitungkan hanya
harga. Apakah rokok Indonesia murah? Tak bisa hanya nominal, Singapura $10
(sekitar 90ribuan). Karena persoalan daya beli masyarakat," tutur dia.
Dia mengatakan sebanyak 70-80 persen produksi rokok
digunakan untuk keperluan biaya di luar produksi seperti pajak dan cukai. Dia
khawatir, dengan kenaikan harga tersebut akan mengganggu industri rokok dan
berdampak pada kesempatan kerja masyarakat. "Kesempatan kerja terganggu,
padahal yang kita punya. Benar low ekspor tetapi industri low impor,"
tutur dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar